Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai
.(Al
A’raaf 205)
Pengalaman
ikhwan tawakal
Sampai
tahun 1975 saya adalah seorang Muslim KTP, termasuk ayah dan ibu saya, juga
adik-adik dan sanak famili. Sholat tidak bisa, apalagi pergi ke masjid. Lebih
hafal dan lebih menghayati cerita-cerita tentang Yesus sampai detail termasuk
murid-muridnya daripada cerita Nabi Muhammad SAW. Lebih dapat menikmati “lagu
haleluyah” daripada “lagu kasidah” dan ini tercermin pada saudara-saudara kami
yang umumnya banyak bergaul dengan keluarga Belanda/Indo karena lingkungan
hidup kami di antara mereka. Natalan lebih dirasakan oleh keluarga kami dari
pada lebaran. Itu pola hidup kami 25 tahun yang lampau, sekarang sudah terbalik
180 derajat, Alhamdulillah. Kami mulai Sholat, melaksanakan zakat, puasa dan
melaksanakan ibadah haji, semua kegiatan ibadah ini dikarenakan kami masuk
dalam Pengajian Tawakal.
Setelah
mengikuti beberapa kali Pengajian Tawakal saya terdorong oleh saudara saya H.
Supardjo SH. untuk “belajar” sholat; dan saya melakukan “sholat pertama” pada
Jum’atan di Masjid Al-Azhar tahun 1976, pada usia 38 tahun. Pada waktu itu
seorang sahabat mendampingi saya untuk sholat. Seorang ayah dengan 4 (empat)
orang anak baru melakukan sholat berjamaah pada waktu pertama kali. Hal ini
mempunyai kesan yang sangat dalam bagi kehidupan saya.
Proses
batiniah sampai saya memutuskan dan melaksanakan sholat itu kalau ditulis akan
menghabiskan kertas berlembar-lembar. Betapa suatu revolusi yang multi kompleks
dari pola kehidupan yang saya alami di masa “jahiliyah” dimana 5M (main, madon,
maling, minum, madat) masih merajalela berubah secara total menjadi kehidupan
yang Islami; yang terencana, tenang, tenteram, nyaman, nikmat dan setiap
kegiatan selalu mengacu kepada ridho Allˆh SWT.
Awal
“sholat jum’at” saya berlanjut dengan pelaksanaan sholat fardhu yang lain,
seperti sholat subuh, zuhur, ashar, maghrib dan isya, dan kadang-kadang
disertai dengan sholat-sholat sunnah, juga tirakatan, riyadloh atau tafakuran
sering saya lakukan baik sendiri maupun bersama-sama.
Dalam
penghayatan dan pendalaman melaksanakan ibadah, yang paling terasa dan efektif
bagi diri saya adalah zikir dengan metode TAWAKAL, yang dapat dilakukan dengan
mudah, sederhana dan praktis, setiap orang dapat melaksanakannya dimana saja
dan kapan saja dan tanpa perlu dihitung jumlah, yang penting dirasa dan
dihayati.
Penghayatan
dzikir ini terasa pas untuk saya, sehingga ke manapun saya pergi saya selalu
berdzikir, kalau saya tidak mengisi dengan zikir maka akan terasa ada sesuatu
yang kurang (something missing), dengan demikian saya tak pernah mengalami
dalam kondisi kosong, hal ini saya lakukan bertahun-tahun.
Adapun
efek secara langsung dari berzikir yang terus menerus secara konstan dan dalam
kondisi berserah diri kepada Allˆh SWT adalah “perlindungan dari Allˆh SWT”.
Perlindungan secara menyeluruh baik dari godaan atau serangan yang terlihat
maupun yang tidak terlihat, dari manapun datangnya, dan pada setiap waktu. Jadi
seakan-akan kami memiliki mantel pelindung dari malapetaka bencana, dan juga kami
dibimbing diarahkan ke jalan yang benar dan diridhoi Allˆh SWT.
Suatu
pengalaman yang unik terjadi sewaktu saya bertugas di Yogyakarta, sekitar tahun
1982, saya kedatangan tamu salah seorang tokoh kebatinan, sebutlah Romo “X” ke
rumah dan mengajak saya untuk mendampingi tamu dari Jakarta, utusan dari
Cendana, Kol. “Y”. Maksud dari kunjungan tersebut adalah untuk melihat keris
yang sangat ampuh (tidak jelas apa keampuhannya), tetapi apabila keris tersebut
dimasukkan ke dalam gelas berisi air, maka air tersebut berubah menjadi merah
darah, demikian pula gelas-gelas berisi air yang mengelilingi gelas tersebut.
Tetapi apabila keris tersebut dicabut dari gelas, maka air kembali menjadi
jernih tidak berwarna.
Sewaktu
kita pergi ke tempat Pak Lurah (pemilik keris) jalan masuk ke rumah disambut
dengan barisan pagar betis sampai depan pintu rumah seperti mengelu-elukan tamu
agung. Setelah melewati pintu, kita sampai ke dalam ruangan persegi panjang,
pada ujung ruangan terletak meja dengan beberapa gelas berisi air di atasnya,
sebilah keris diletakkan berdiri di atas bantalan yang ditaburi bunga di
samping kemenyan yang menyala.
Segera
setelah kami duduk, dimulai sambutan selamat datang dari tuan rumah dan
sambutan dari para tamu yang mengutarakan apa maksud kedatangannya, yaitu ingin
melihat keampuhan keris tersebut.
Selesai
acara sambutan, maka dimulai demonstrasi keris tersebut, secara tiba-tiba
seorang yang tua berpakaian Jawa lengkap “laku-dodok” ke tengah ruangan setelah
melakukan “sembah” lalu maju mendekati meja juga masih “laku dodok”. Setelah
dekat meja melakukan sembah lagi, baru berdiri mengambil keris tersebut.
Setelah
keris ditempel di kening baru menghunus keris tersebut dan ditempel lagi di
kening, baru dimasukkan ke gelas berisi air yang berada di tengah-tengah, maka
air yang ada di gelas tersebut berubah seketika jadi merah darah juga air yang
ada di gelas sekelilingnya. Seluruh orang-orang yang berada di ruangan tersebut
bergumam, kagum atas keanehan. Setelah keris dicabut air jernih kembali, keris dilap
dan dimasukkan dalam rangkanya, selanjutnya keris dibawa ke tempat kami duduk
untuk diperiksa.
Pertama,
Bapak Kol “Y” menerima keris, setelah mengamati sekejap lalu dengan tata cara
yang sama menghunus keris, setelah diteliti diraba sambil memejamkan mata
sambil mengangguk-anggukkan kepala, terus memasukkan keris kembali ke
rangkanya, lalu diserahkan ke Romo “X”, beliau juga berbuat sama dengan Pak “Y”
tetapi memegangnya lebih lama, beliau berdua ini ahli dalam menilai dan meraba
keris. Romo “X” selesai, keris disodorkan sambil berkata “monggo diperiksani”,
wah hati saya berdebar-debar keras, sambil berpikir, apa yang harus saya
lakukan terhadap keris ini.
Semua
hadirin memandang kami dan ruangan sunyi senyap……, dengan tangan dingin keris
saya terima. Setelah keris saya terima, frekuensi zikir bertambah cepat, sesuai
dengan detak jantung saya, sejak memasuki ruangan ini saya telah mulai zikir
menyebut Asma Allˆh, dengan menarik puser dalam-dalam, hal ini biasa saya
lakukan setiap menDengan mata terpejam, tarik pusar, tahan napas menjeritkan
asma Allˆh dalam hati, Bismill‰hirrohm‰nirrohÔm, saya tarik keris tersebut,
terasa agak susah menariknya, setelah terhunus, saya rasakan besinya bergetar,
menggelinjang seperti ikan yang terpegang di tangan, saya kaget, tapi saya diam
saja. Setelah selesai, keris saya kembalikan kepada Romo “X” beliau bertanya,
bagaimana pendapat bapak, saya jawab tidak tahu, tetapi saya ceritakan bahwa
kerisnya bergerak-gerak seperti ikan di tangan. Romo “X” kaget, beliau dengan
terpejam menghunus kerisnya lagi terus cepat-cepat dimasukkan ke dalam
rangkanya.
Beliau
minta agar keris dicek lagi di air dalam gelas, ternyata sudah tidak berwarna
merah. Pak Lurah dan stafnya bingung tidak tahu harus berbuat apa, sedang kami,
tamu-tamu dari Jakarta, cepat-cepat minta diri.
Dalam
mobil Mercedez yang mengantar kita, Romo “X” bertanya kepada saya, diapakan
sewaktu memegang keris tadi. Saya jawab bahwa tidak saya apa-apakan, saya hanya
berzikir kepada Allˆh SWT, agar dijauhkan dari rasa syirik terhadap keris
tersebut.
Pak
Kolonel menyeletuk, untung belum saya bawa ke Cendana, mereka minta Rp. 350
juta. Setelah mengalami peristiwa aneh tersebut, beberapa hari saya berusaha
untuk mengupas dalam arti berdialog dengan Allˆh SWT, “apa makna dari peristiwa
tersebut dan apa hubungannya dengan saya”. Jawaban hanya untuk diri sendiri.
Saya
hanya ingin menyarankan agar selalu menghadirkan kekuasaan Allˆh SWT, dalam
hati kita sewaktu menghadapi setiap peristiwa atau problema dalam kehidupan
agar kita selamat dan dibukakan pintu kemudahan.
Catatan
: Raibnya kesaktian keris tersebut, jelas bukan secara kebetulan “keisengan”
Pak Djoko Sanyoto, tetapi dari getaran keampuhannya yang jauh melebihi getaran
kesaktian sang keris itu. Bapak Permana sering bercerita betapa beliau berhasil
mengumpulkan bermacam-macam benda kuno yang dikeramatkan atau dipandang bertuah
untuk normalisir atau dijadikan hanya sekedar barang perhiasan atau warisan
orang tua
(Sumber
http://www.tawakal.or.id/2002/09/dzikir-menghancurkan-syirik/)
0 komentar:
Posting Komentar