Alamat admin

Perum. Trias Estate BloK E Cibitung - Email : imalhajj@gmail.com

Kamis, 16 Mei 2013

DZIKIR MENGHANCURKAN SIRIK








Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai
.(Al A’raaf 205)

 Pengalaman ikhwan tawakal

Sampai tahun 1975 saya adalah seorang Muslim KTP, termasuk ayah dan ibu saya, juga adik-adik dan sanak famili. Sholat tidak bisa, apalagi pergi ke masjid. Lebih hafal dan lebih menghayati cerita-cerita tentang Yesus sampai detail termasuk murid-muridnya daripada cerita Nabi Muhammad SAW. Lebih dapat menikmati “lagu haleluyah” daripada “lagu kasidah” dan ini tercermin pada saudara-saudara kami yang umumnya banyak bergaul dengan keluarga Belanda/Indo karena lingkungan hidup kami di antara mereka. Natalan lebih dirasakan oleh keluarga kami dari pada lebaran. Itu pola hidup kami 25 tahun yang lampau, sekarang sudah terbalik 180 derajat, Alhamdulillah. Kami mulai Sholat, melaksanakan zakat, puasa dan melaksanakan ibadah haji, semua kegiatan ibadah ini dikarenakan kami masuk dalam Pengajian Tawakal.

Setelah mengikuti beberapa kali Pengajian Tawakal saya terdorong oleh saudara saya H. Supardjo SH. untuk “belajar” sholat; dan saya melakukan “sholat pertama” pada Jum’atan di Masjid Al-Azhar tahun 1976, pada usia 38 tahun. Pada waktu itu seorang sahabat mendampingi saya untuk sholat. Seorang ayah dengan 4 (empat) orang anak baru melakukan sholat berjamaah pada waktu pertama kali. Hal ini mempunyai kesan yang sangat dalam bagi kehidupan saya.

Proses batiniah sampai saya memutuskan dan melaksanakan sholat itu kalau ditulis akan menghabiskan kertas berlembar-lembar. Betapa suatu revolusi yang multi kompleks dari pola kehidupan yang saya alami di masa “jahiliyah” dimana 5M (main, madon, maling, minum, madat) masih merajalela berubah secara total menjadi kehidupan yang Islami; yang terencana, tenang, tenteram, nyaman, nikmat dan setiap kegiatan selalu mengacu kepada ridho Allˆh SWT.
Awal “sholat jum’at” saya berlanjut dengan pelaksanaan sholat fardhu yang lain, seperti sholat subuh, zuhur, ashar, maghrib dan isya, dan kadang-kadang disertai dengan sholat-sholat sunnah, juga tirakatan, riyadloh atau tafakuran sering saya lakukan baik sendiri maupun bersama-sama.

Dalam penghayatan dan pendalaman melaksanakan ibadah, yang paling terasa dan efektif bagi diri saya adalah zikir dengan metode TAWAKAL, yang dapat dilakukan dengan mudah, sederhana dan praktis, setiap orang dapat melaksanakannya dimana saja dan kapan saja dan tanpa perlu dihitung jumlah, yang penting dirasa dan dihayati.

Penghayatan dzikir ini terasa pas untuk saya, sehingga ke manapun saya pergi saya selalu berdzikir, kalau saya tidak mengisi dengan zikir maka akan terasa ada sesuatu yang kurang (something missing), dengan demikian saya tak pernah mengalami dalam kondisi kosong, hal ini saya lakukan bertahun-tahun.

Adapun efek secara langsung dari berzikir yang terus menerus secara konstan dan dalam kondisi berserah diri kepada Allˆh SWT adalah “perlindungan dari Allˆh SWT”. Perlindungan secara menyeluruh baik dari godaan atau serangan yang terlihat maupun yang tidak terlihat, dari manapun datangnya, dan pada setiap waktu. Jadi seakan-akan kami memiliki mantel pelindung dari malapetaka bencana, dan juga kami dibimbing diarahkan ke jalan yang benar dan diridhoi Allˆh SWT.

Suatu pengalaman yang unik terjadi sewaktu saya bertugas di Yogyakarta, sekitar tahun 1982, saya kedatangan tamu salah seorang tokoh kebatinan, sebutlah Romo “X” ke rumah dan mengajak saya untuk mendampingi tamu dari Jakarta, utusan dari Cendana, Kol. “Y”. Maksud dari kunjungan tersebut adalah untuk melihat keris yang sangat ampuh (tidak jelas apa keampuhannya), tetapi apabila keris tersebut dimasukkan ke dalam gelas berisi air, maka air tersebut berubah menjadi merah darah, demikian pula gelas-gelas berisi air yang mengelilingi gelas tersebut. Tetapi apabila keris tersebut dicabut dari gelas, maka air kembali menjadi jernih tidak berwarna.

Sewaktu kita pergi ke tempat Pak Lurah (pemilik keris) jalan masuk ke rumah disambut dengan barisan pagar betis sampai depan pintu rumah seperti mengelu-elukan tamu agung. Setelah melewati pintu, kita sampai ke dalam ruangan persegi panjang, pada ujung ruangan terletak meja dengan beberapa gelas berisi air di atasnya, sebilah keris diletakkan berdiri di atas bantalan yang ditaburi bunga di samping kemenyan yang menyala.
Segera setelah kami duduk, dimulai sambutan selamat datang dari tuan rumah dan sambutan dari para tamu yang mengutarakan apa maksud kedatangannya, yaitu ingin melihat keampuhan keris tersebut.

Selesai acara sambutan, maka dimulai demonstrasi keris tersebut, secara tiba-tiba seorang yang tua berpakaian Jawa lengkap “laku-dodok” ke tengah ruangan setelah melakukan “sembah” lalu maju mendekati meja juga masih “laku dodok”. Setelah dekat meja melakukan sembah lagi, baru berdiri mengambil keris tersebut.

Setelah keris ditempel di kening baru menghunus keris tersebut dan ditempel lagi di kening, baru dimasukkan ke gelas berisi air yang berada di tengah-tengah, maka air yang ada di gelas tersebut berubah seketika jadi merah darah juga air yang ada di gelas sekelilingnya. Seluruh orang-orang yang berada di ruangan tersebut bergumam, kagum atas keanehan. Setelah keris dicabut air jernih kembali, keris dilap dan dimasukkan dalam rangkanya, selanjutnya keris dibawa ke tempat kami duduk untuk diperiksa.

Pertama, Bapak Kol “Y” menerima keris, setelah mengamati sekejap lalu dengan tata cara yang sama menghunus keris, setelah diteliti diraba sambil memejamkan mata sambil mengangguk-anggukkan kepala, terus memasukkan keris kembali ke rangkanya, lalu diserahkan ke Romo “X”, beliau juga berbuat sama dengan Pak “Y” tetapi memegangnya lebih lama, beliau berdua ini ahli dalam menilai dan meraba keris. Romo “X” selesai, keris disodorkan sambil berkata “monggo diperiksani”, wah hati saya berdebar-debar keras, sambil berpikir, apa yang harus saya lakukan terhadap keris ini.

Semua hadirin memandang kami dan ruangan sunyi senyap……, dengan tangan dingin keris saya terima. Setelah keris saya terima, frekuensi zikir bertambah cepat, sesuai dengan detak jantung saya, sejak memasuki ruangan ini saya telah mulai zikir menyebut Asma Allˆh, dengan menarik puser dalam-dalam, hal ini biasa saya lakukan setiap menDengan mata terpejam, tarik pusar, tahan napas menjeritkan asma Allˆh dalam hati, Bismill‰hirrohm‰nirrohÔm, saya tarik keris tersebut, terasa agak susah menariknya, setelah terhunus, saya rasakan besinya bergetar, menggelinjang seperti ikan yang terpegang di tangan, saya kaget, tapi saya diam saja. Setelah selesai, keris saya kembalikan kepada Romo “X” beliau bertanya, bagaimana pendapat bapak, saya jawab tidak tahu, tetapi saya ceritakan bahwa kerisnya bergerak-gerak seperti ikan di tangan. Romo “X” kaget, beliau dengan terpejam menghunus kerisnya lagi terus cepat-cepat dimasukkan ke dalam rangkanya.

Beliau minta agar keris dicek lagi di air dalam gelas, ternyata sudah tidak berwarna merah. Pak Lurah dan stafnya bingung tidak tahu harus berbuat apa, sedang kami, tamu-tamu dari Jakarta, cepat-cepat minta diri.

Dalam mobil Mercedez yang mengantar kita, Romo “X” bertanya kepada saya, diapakan sewaktu memegang keris tadi. Saya jawab bahwa tidak saya apa-apakan, saya hanya berzikir kepada Allˆh SWT, agar dijauhkan dari rasa syirik terhadap keris tersebut.

Pak Kolonel menyeletuk, untung belum saya bawa ke Cendana, mereka minta Rp. 350 juta. Setelah mengalami peristiwa aneh tersebut, beberapa hari saya berusaha untuk mengupas dalam arti berdialog dengan Allˆh SWT, “apa makna dari peristiwa tersebut dan apa hubungannya dengan saya”. Jawaban hanya untuk diri sendiri.

Saya hanya ingin menyarankan agar selalu menghadirkan kekuasaan Allˆh SWT, dalam hati kita sewaktu menghadapi setiap peristiwa atau problema dalam kehidupan agar kita selamat dan dibukakan pintu kemudahan.

Catatan : Raibnya kesaktian keris tersebut, jelas bukan secara kebetulan “keisengan” Pak Djoko Sanyoto, tetapi dari getaran keampuhannya yang jauh melebihi getaran kesaktian sang keris itu. Bapak Permana sering bercerita betapa beliau berhasil mengumpulkan bermacam-macam benda kuno yang dikeramatkan atau dipandang bertuah untuk normalisir atau dijadikan hanya sekedar barang perhiasan atau warisan orang tua

(Sumber http://www.tawakal.or.id/2002/09/dzikir-menghancurkan-syirik/)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites