Tahap pertama yang harus kita lakukan
untuk mencapai derajat ma’rifatul Dzat adalah menetapkan niat atau tujuan
bahwasannya semua amalan yang kita lakukan karena Alloh dan hanya mengharapkan
ampunan serta ridho-Nya. Selanjutnya untuk memurnikan tujuan tersebut adalah
mencari ulama ahladz-dzikri yang
sudah bisa kembali kepada Alloh dan berderajat waliyuloh agar semua amalan yang
kita lakukan didasari oleh hati ikhlas, yakni hati yang selalu berdzikir kepada
Alloh. Apabila sudah menemukan ulama tersebut tahap selanjutnya adalah minta
diberikan petunjuk atau jalan menuju Alloh melalui metode dzikrulloh sesuai
tuntunan Rasululloh SAW, disebut juga
talqin dzikir. Dan adalah Nabi SAW mentalqinkan kalimah thoyyibah ini
kepada sahabat-sahabat r.a. untuk menjernihkan hati mereka dan mensucikan jiwa
mereka agar mereka bisa sampai kepada Alloh (HR Syadad bin Aos,
Thabrani, Ahmad Yusuf Kaorani).
Sebagaimana telah diuraikan di atas
bahwa dzikrulloh ada dua macam, yaitu dzikir jahar (diucapkan dengan lisan) dan
dzikir khofi (diucapkan dalam hati tanpa kata tanpa suara). Perintah dzikrulloh
sudah jelas terpateri di dalam Al-Qur’an, adapun metode pengamalannya
disyariatkan oleh Rasululloh SAW. Hadits tentang dzikir jahar dengan kalimah
Laa ilahaa illalloh dan metode amaliahnya diuraikan di atas (HR Imam Ahmad dan
Tabrani, lihat di atas). Satu lagi yang diriwayatkan oleh Syadad bin Aos: Kami
semua dengan para sahabat berada di dalam masjid. Tak lama kemudian datang
Rasululloh SAW, sabdanya: apakah dalam kumpulan ini ada orang asing?
(maksudnya ahli kitab). Setelah dijawab tidak ada, selanjutnya Nabi
memerintahkan menutup pintu dan bersabda: Angkatlah kedua tangan kalian
dan ucapkan oleh kalian ‘Laa ilahaa illalloh’. Lalu para sahabat mengucapkan
kalimah tersebut bersama-sama. Selanjutnya Nabi berdo’a….
Metode berdzikir khofi pertama kali
ditalqinkan kepada Abu Bakar As-Siddiq r.a. ketika Nabi SAW dan Abu Bakar
bersembunyi di Gua Tsur saat dikejar oleh orang-orag kafir. Ketika itu Abu
Bakar r.a. gemetar karena takut persembunyiannya diketahui oleh orang-orang
kafir. Abu Bakar r.a berkata: Ya Rasululloh, mohon Anda memberi petunjuk agar
hati hamba tentram tidak takut dan bimbang seperti ini. Nabi bersabda: Ucapkanlah
olehmu Ismu Dzat. Bagaimana cara mengucapkan dzikir itu Ya Rasululloh? Nabi
bersabda: Harus ingat kamu kepada Rabmu di dalam hati dengan merendah
diri, merasa malu, dan takut, tidak usah diucapkan dengan lisan, cukup dengan
getarnya hati dan detaknya jantung. Cara berdzikir seperti itu harus dari pagi
sampai petang serta ingat terus jangan ada lupanya. Bagaimana kalau lupa Ya
Rasululloh? Rasul menjawab: Jika kamu lupa dari dzikir itu, maka lekas
ingat/dzikir kembali. (lupa… ingatkan lagi, putus … sambungkan lagi,
demikian seterusnya), cara ini berlaku bagi kita yang sedang belajar dzikrulloh
karena banyak lupa daripada ingatnya.
Cepat atau lambat seorang hamba
mencapai derajat tertentu dalam taqorub kepada Alloh bergantung pada ketekunan
dalam mengamalkan dzikir dan amalan-amalan sholeh lainnya seperti taubat,
sholat malam, puasa sunnah, infaq/sodaqoh, membantu sesama, dan amalan lainnya.
Selain bergantung dari usaha kita, yang lebih menentukan adalah kehendak Alloh
Azza wa Jalla. Jika Alloh menghendaki apapun pasti terjadi. Kemudian
hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras dari batu. Padahal
diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai darinya dan
diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air darinya dan
diantaranya ada juga yang meluncur jatuh (QS Al-Baqarah:74). Makna
ayat ini menyatakan kepada kita bahwa diantara sebagian hamba-Nya ada yang
hatinya mudah luluh, ada juga yang langsung terbuka hijabnya hingga mencapai
derajat tinggi. Tetapi ada juga yang atung eneh .. atung eneh (sunda)
alias tidak maju-maju karena malas.
Apabila seorang hamba telah menjalankan
perintah Alloh dan Rasul-Nya melalui bimbingan waliyulloh yang rasyidin (guru
mursyid), yakni amalan-amalan sholeh yang dilandasi dzikrulloh dengan
istiqomah, maka atas kehendak dan izin Alloh akan terbuka hijab yang menutupi
qolbunya sehingga tabir yang selama ini menyelimutinya akan terbuka. Jika hijab
sudah terbuka maka akan terpancar Nur Illahi dari dalam qolbu dan akan
menyaksikan bahwa ruh kita berdzikir kepada Alloh dengan sendirinya atau autodzikrulloh.
Pada tataran ini hamba tersebut sudah mencapai ma’rifatul Asma,
dimana lisannya berdzikir jahar, qolbunya berdzikir khofi, dan ruhnya berdzikir
sirr. Sifat ketiga jenis dzikir itu adalah dzikir jahar terikat ruang dan waktu
dan sangat dekat dengan riya’, dzikir khofi bebas ruang dan waktu tetapi
terikat dengan sifat lupa, sedangkan dzikir sirr adalah dzikir ruh yang bebas
ruang dan waktu maupun lupa, bahkan dalam keadaan tidurpun ruh tetap berdzikir
kepada Alloh (badan turu, ati tangi, roh mandep manjing Alloh).
Berdzikir seperti di atas dapat
dianalogikan dengan bola lampu listrik, dimana qolbu adalah bola lampunya,
sedangkan ruh adalah kawat wolframnya. Bola lampu listrik tidak akan tampak
terang jika kacanya diselubungi oleh kotoran dan tidak akan nyala jika tidak dihubungkan
dengan sumber listrik. Demikian pula dengan qolbu kita, apabila tidak ada
penghubung antara hakikat kehambaan dan hakikat ketuhanan, maka ruh tidak akan
hidup (dalam arti tidak dapat berdzikrulloh dengan sendirinya). Apa
penghubungnya? Sebagai kabel penghubung adalah dzikir khofi sebagaimana
dinyatakan dalam hadits qudsi: Jika ia ingat kepada-Ku di dalam
hatinya, Aku pun ingat pula kepadanya di dalam hati-Ku (lihat di
atas). Jika sudah terhubung dengan Tuhannya, maka ruh kita akan hidup alias berdzikir
sirr tanpa batas. Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Tuhannya
dengan orang yang tidak berdzikir seperti orang hidup di antara orang mati (HR
Thabrani). Darimanakah sumber energi listriknya? Sumbernya adalah kalimah Laa
ilahaa illalloh melalui tajjaliyyah Alloh Al-kamil, yakni perpaduan Al-Jamil (kutub
negatif) dan Al-Jalil (kutub positif). Sebagaimana firman-Nya
dalam hadits qudsi: Manusia adalah sirr-Ku dan Aku adalah sirrnya.
Adapun dzikir jahar Laa ilahaa illalloh
disamping sebagai sumber energi juga berperan untuk membersihkan kotoran yang
menutupi kaca bola lampu atau membersihkan qolbu dari noda dan dosa yang
dilakukan setiap hari hingga menutupi qolbu dan menjadi keras.Maka
ketahuilah, bahwa sesungguhnya kalimah Laa ilahaa illalloh itu mendatangkan
pengampunan bagi dosamu dan bagi dosa orang mu’min laki-laki dan perempuan (QS
Muhammad:19). Dengan kata lain, kalimah Laa ilahaa illalloh adalah kunci untuk
membuka pintu hati sehingga hijab yang menutupi qolbu menjadi terbuka dan
pandangannya dapat menembus ‘Arasy selama menjauhi dosa besar (lihat di atas).
Fenomena di atas diungkapkan juga oleh Imam Al-Gazaly: bukalah pintu hatimu
dengan kunci kalimah Laa ilahaa illalloh (dzikir jahar) dan bukalah
pintu ruhmu dengan dzikir khofi, dan pikatlah burung rahasiamu
dengan dzikir sirr.
Intensitas dan frekuensi cahaya dalam
qolbu bergantung pada ketekunan dan keistiqomahan dalam mengamalkan dzikrulloh.
Bagaimana ruh kita akan mampu berdzikir dengan sendirinya (autodzikrulloh)
apabila tidak dibukakan pintu ruhnya dengan berdzikir khofi, demikian juga
terangnya tidak akan tampak apabila pintu qolbunya tidak dibuka terlebih dulu
dengan kunci kalimah Laa ilahaa illalloh yang dijaharkan dan
terhujam hingga ke dalam qolbu dalam mengamalkannya. Inilah yang disebut dengan
nur dzikir yang diungkapkan dalam hadits Bukhari (lihat di atas). Dengan
memperbanyak dzikir jahar dan dzikir khofi maka intensitas dan frekuensi cahaya
qolbu makin besar hingga cahayanya makin terang dan di akhirat kelak tidak perlu
dicuci lagi di neraka (lihat di atas) karena qolbunya sudah bening sebening
kaca dan kilaunya seindah mutiara seperti bintang di langit.
Jika hamba tersebut istiqomah di jalan
yang lurus yakni jalannya orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Alloh Maha
Rahman (QS Al-Fatihah: 7) dan ketetapan hatinya semakin teguh kepada Alloh Azza
wa Jalla, maka Alloh akan menaikkan hamba tersebut ke derajat lebih tinggi
hingga ke Sidratul Muntaha dan berada di bawah naungan Arasy’-Nya (lihat di
atas). Umat muslim yang sudah sampai ke derajat ini adalah para Khulafa
Ar-Rasyidin, para Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in, dan Ulama ahladz-dzikri Laa ilahaa
illalloh. Mereka semua adalah waliyuloh, yakni para kekasih Alloh Azza wa
Jalla.
Apabila seorang salik telah dibukakan
hijabnya oleh Alloh dan istiqomah di jalan lurus menuju Alloh, maka atas
kehendak dan izin-Nya, hamba tersebut akan dinaikkan ke langit pertama. Di
langit ini terdapat surga yang derjatnya paling rendah, hamba tersebut akan
menjadi penghuninya dan qolbunya akan menerima Nur Illahi dengan frekuensi
sesuai cahaya surga itu.
Apabila hamba yang sudah terbuka
hijabnya itu tetap setia dan tunduk pada ketentuan Alloh, maka Alloh akan
menaikkan lagi hamba tersebut ke langit kedua, yakni dimensi kesetiaan. Di
langit ini terdapat surga Darul Qarar dan hamba tersebut akan
menjadi penghuninya sebagai balasan atas kesetiaan pada ketentuan Alloh dan
qolbunya akan menerima Nur Illahi dengan frekuensi lebih tinggi dari surga
pertama.
Apabila hamba itu teguh di jalan lurus
dan qolbunya tidak henti-hentinya berdzikrulloh (dzikir yang langgeng), maka
Alloh akan menaikkan lagi ke langit ketiga, yakni dimensi keabadian sebagai
balasan atas keistiqomahan dalam beribadah dan dzikir yang langgeng. Dia akan
menghuni surga Darul Khulud dan qolbunya akan menerima Nur
Illahi keabadian dengan cahaya sangat indah. Keindahannya akan terpancar hingga
ke wajahnya, siapapun orang yang melihat wajah hamba ini akan terpesona dan
tidak bosan dipandang mata, sebagaimana Zulaikha terpesona oleh ketampanan Nabi
Yusuf AS.
Apabila perjalanan spiritual hamba
tersebut sudah memasuki bentengnya Alloh dimana qolbunya diliputi Nur Laa
ilahaa illalloh karena keikhlasannya, maka akan dinaikkan lagi ke langit
keempat. Ingat!! Kalimah Laa ilahaa illalloh adalah benteng-Ku. Barangsiapa
yang memasuki benteng-Ku, ia aman dari siksa-Ku. Langit keempat ini disebut
juga alam Mulki, dimana terdapat surga Ma’wa yang
hanya diperuntukkan bagi hamba-hamba Alloh yang muklis. Di surga ini qolbu yang
muklis akan menerima Nur Illahi sebagai pelindung dari gangguan Iblis atas
keikhlasannya terhadap ketentuan Alloh yang menjadi taqdirnya. Jarak yang
ditempuh menuju alam ini sekira lima ratus ribu tahun cahaya, suatu perjalanan
yang sangat jauh dan melelahkan. Tanpa kasih sayang-Nya, tidak akan ada umat
muslim yang dapat mencapai alam ini, karena begitu sulitnya untuk menjadi orang
yang ikhlas (muklis), yakni orang yang selalu menjaga hatinya untuk tidak
berpaling selain kepada Alloh semata.
Di langit kelima terdapat surga Na’im.
Langit kelima disebut juga alam Jabarut. Bagi hamba Alloh yang
mencapai derajat ini akan memperoleh kenikmatan dan kebahagiaan yang hakiki,
yang tidak akan pernah ditemukan di dunia ini. Sedangkan di langit keenam
terdapat surgaAdn. Jika Alloh SWT menghendaki, hamba tersebut akan
dinaikkan lagi ke langit paling tinggi, yakni langit ketujuh, disebut juga
dengan alam Malakut. Dinamakan malakut karena alam ini adalah
tempat bersujudnya para Malaikat kepada Alloh Azza wa Jalla dan di alam ini
terdapat surga tertinggi, yakni surga Firdaus.
Dalam surga Firdaus qolbu hamba Alloh
yang sholeh ini akan menerima Nur Illahi muth’mainah hingga jiwanya tenang.
Dari jiwa-jiwa yang tenang ini terpancar sifat-sifat Alloh yang melahirkan
perilaku seperti perilaku Rasululloh SAW, baik ucapan, perbuatan, maupun
karakternya. Pada tingkat ini, hamba Alloh tersebut sudah mencapai Marifatul
Af’al atau ma’rifatul sifat karena sudah tidak ada sifat tercela
di dalam hatinya, yang ada hanya sifat-sifat Alloh. Inilah tingkat paling
tinggi bagi umat muslim yang telah mencapai imanan wahtisya’ban dan
kaffah dalam menjalankan syariat Islam.
Bagi hamba Alloh yang terpilih untuk
menjadi waliyulloh berderajat Guru mursyid (rasydin), yakni sebagai seorang
pembaharu atau peneguh iman umat muslim akan dipanggil Alloh menuju Arasy’-Nya
dengan panggilan: Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu
dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya. Masuklah ke dalam jama’ah
hamba-hamba-Ku (QS Al-Fajr:27-29). Panggilan ini memberikan perintah
kepada hamba terpilih untuk tidak diam di surga Firdaus melainkan harus terbang
menuju Sidratul Muntaha di Alam Lahut, yakni alam tempat bersemayamnya Alloh
Azza wa Jalla di atas singgasana ‘Arasy-Nya.
Untuk menuju alam lahut harus mandiri
tanpa dibimbing gurunya lagi sesuai dengan uswah Nabi SAW. Ketika Beliau akan
menuju alam Lahut tidak lagi dibimbing oleh malaikat Jibril AS karena tidak
mampu menuju alam itu. Sedikit saja melangkah ke alam lahut, maka sayap-sayap
Malaikat Jibril akan terbakar. Di alam Lahut, hamba terpilih akan memperoleh
Rahmat Alloh dan ilmu secara laduni sehingga ilmunya sangat luas tanpa batas
sebagaimana firman-Nya: …lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di
antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi
Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami(QS
Al-Kahfi, 65). Inilah puncak tertinggi perjalanan spiritual menuju Alloh Azza
wa Jalla, mencapai Ma’rifatul Wujud, yakni melihat
Dzat Alloh dengan dengan wajah berseri-seri (QS Al-Qiamah: 22-23)
melalui pandangan batinnya di alam Lahut. Jika dibandingkan dengan urat
lehernya pun masih dekat kepada Alloh Azza wa Jalla.
Gambaran tentang masing-masing Nur
Illahi di atas dinyatakan di dalam Al-Qur’an pada surat An-Nur, 35: Alloh
(pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Alloh adalah
seperti sebuah lubang yang tidak tembus, di dalamnya ada pelita besar. Pelita
itu di dalam kaca dan kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti
mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya (yaitu)
pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah
baratnya, yang minyaknya saja hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh
api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis). Alloh membimbing kepada cahaya-Nya
kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Alloh membuat perumpamaan-perumpamaan bagi
manusia. Dan Alloh Maha Mengetahui segala sesuatu.
Ayat di atas menggambarkan qolbu orang
yang beriman diumpamakan sebuah lubang yang tidak tembus, dimana di dalam qolbu
itu ada sumber cahaya Illahi (pelita besar) yang energinya sangat dahsyat dan
tidak akan pernah padam (energi yang kekal). Sumber cahaya Illahi ini masih
dibalut atau diselimuti oleh lapisan-lapisan cahaya yang sangat transparan
seperti kaca dan bersinar seperti bintang dengan kemilau bak mutiara yang
memiliki tingkat energi berbeda.
Jika diungkapkan secara fisika
bolehjadi lapisan-lapisan cahaya di atas mirip dengan struktur atom yang
diajukan oleh Bohr, dimana tingkat-tingkat energi elektron atau kulit
menyatakan lapisan Nur Illahi tetapi nilai tingkat energinya kebalikan dari
model atom Bohr. Di langit pertama terdapat Nur Illahi (cahaya surga pertama)
yang energinya paling rendah. Langit pertama ini, jika dianalogikan dengan
model atom Bohr menyatakan tingkat energi elektron terluar (n = 7), bukan
tingkat energi pertama (n = 1). Pada tingkat energi terluar dihuni oleh
elektron sebanyak 2n2, dan memang surga di langit ini banyak
penghuninya karena banyak umat muslim yang dapat mencapai derajat ini.
Di langit kedua terdapat Nur Illahi
yang energinya lebih tinggi dari Nur Illahi pada langit pertama. Jika
dianalogikan dengan model atom Bohr bolehjadi langit kedua ini menyatakan
tingkat energi elektron kedua dari luar atau n = 6. Demikian seterusnya sampai
langit ke tujuh atau tingkat energi elektron pertama (n = 1) yang maksimal
dihuni oleh dua elektron. Hal ini benar karena hanya sedikit umat muslim yang
dapat menghuni surga Firdaus. Adapun inti atomnya dapat dianalogikan sebagai
pelita besar yang terdapat di alam Lahut, dimana energinya sangat dahsyat.
Bandingkan energi yang dihasilkan dari elektron (energi ionisasi) dengan energi
yang dihasilkan dari inti atom (energi nuklir) perbedaannya sangat besar. Model
lapisan Nur Illahi di atas jika divisualkan dengan model atom Bohr akan tampak
seperti pada gambar berikut.
Jika kita ingin mencapai derajat
tertinggi di sisi Alloh setelah meninggal dunia (wafat), maka kita harus selalu
berusaha untuk mencapai ma’rifatulloh dengan memohom ampunan dan ridho-Nya,
sebab apa yang akan kita peroleh setelah mati akan sama dengan apa yang telah
kita capai di dunia (tidak kurang, tidak lebih). Jika kita belum sampai ke
salah satu Nur Illahi di atas, maka bersiap-siaplah kita untuk masuk ke dalam
neraka, di sana kita akan dicuci hingga semua noda dan dosa yang mengotori kita
bersih. Jika sudah bersih dan memiliki amal sholeh walaupun sedikit,
Insya-Alloh kita akan dimasukkan ke dalam surga karena kasih sayangnya Alloh,
tetapi tidak tahu surga yang mana bergantung pada kehendak-Nya.
Apabila pada waktu hidup kita sudah
sampai ke salah satu Nur Illahi yang terdapat pada langit tertentu, Insya-Alloh
setelah mati kita tidak perlu dicuci lagi di dalam neraka melainkan akan
langsung dimasukkan ke dalam surga sesuai dengan Nur-Illahi yang telah kita capai
sewaktu hidup. Sekarang tinggal bertanya kepada diri kita masing-masing sudah
sampai dimanakah kita dalam beribadah kepada Alloh? Dan Nur Illahi mana yang
telah kita miliki? Jika belum mari kita sama-sama berusaha menjalankan semua
syariat Islam secara kaffah yang dilandasi dzikrulloh secara ikhlas di dalam
qolbu kita masing-masing, semoga Alloh membimbing kita kepada Nur-Nya
Disunting : Agus B adaruddin
Disunting : Agus B adaruddin
2 komentar:
Alhamdulillah... Terima Kasih banyak atas tulisan anda yang berisi petunjuk yang luar biasa ini. Untuk saudara semua sehinga artikel ini bisa dibaca oleh banyak orang Alfatiah...
terimakasih artikelnya sangat membantu dan memotivasi saya untuk lebih semangat dan giat beribadah...
Posting Komentar