Dari mana
kita berasal….? Untuk apa kita dilahirkan...? Kemana kita akan pulang kembali ... ?
Belajar
merupakan suatu kewajiban… ilmu mengenai kehidupan sehari-hari, berdagang,
fisika, biologi, management dan aspek-aspek kehidupan sosial serta cara kita
beribadah yakni ilmu fiqih semuanya dapat kita pelajari dari pengalaman maupun
buku-buku ataupun dunia maya saat ini.
Namun untuk
urusan pembinaan rohani, substansi yang halus dalam tubuh tidaklah bisa
dipelajari tanpa bimbingan seorang guru. Guru yang memang sebenar-benar guru
yang dalam istilah tarekat sufi disebut Mursyid.
Wajib bagi
kaum muslimin yang sudah baligh dan dewasa untuk menuntut ilmu di
tarekat-tarekat mu’thabaroh yang silsilahnya bersambung sampai kepada para
tabiit tabiin, tabiin, para sahabat ra. dan kepada Baginda Rasulullah S.A.W.
mengapa
demikian?
1. Akal pikiran
yang dianugrahi Alloh SWT. kepada manusia tidak akan sanggup untuk mengenal
Allah SWT. Sang Maha Pencipta dengan sesungguhnya;
2. Manusia
tidak akan bisa mengenal Sang PenciptaNya sebelum mengenal dirinya sendiri (man
arofa nafsa fakod arofa robba)
3. Yang
perlu dikenal oleh manusia tentang dirinya bukanlah hanya fisik atau
jasmaninya, namun subtansi halus dalam dirinya, sebagaimana Sabda Nabi Muhammad
S.A.W. : di dalam diri manusia ada sepotong daging yang jika ia baik maka baik
pulalah dirinya, yakni qalbu (dalam bahasa Indonesia disebut hati). Hati yang
dimaksud bukan liver, tetapi qalbu atau dalam bahasa Inggris Heart (simbolnya
jantung). Jantung di sini merupakan wadah atau tempat dari substansi halus
dalam diri manusia (latifah rabbaniyah).
4. Hanya
guru Mursyid yang dapat membimbing ruhani manusia dalam mengenal dirinya dan
Tuhannya
5. Mengenal
sang Pencipta agar timbul suatu rasa dalam diri manusia itu selalu diawasi oleh
Tuhannya , selalu merasa bersamaNya, dan itu tidak bisa hanya di fikiran, yang
merasakan itu qalbu.
Setelah
bertemu dengan guru Mursyid yang kamil mukammil, tentunya seorang muslim yang
belajar tarekat akan berbait (mengucapkan janji setia) dan di-talqin
(ditanamkan bibit kalimah taqwa oleh Mursyidnya).
Dalam
beberapa tarekat seorang mursyid biasanya mengangkat pembantu/wakil guna
melaksanakan prosesi baiat/talqin tersebut. Namun hakikatnya tetaplah mursyid
itu sendiri yang mentalqin murid/pesuluk yang baru masuk ke dalam tarekat.
Perjalanan
tarekat ke depannya ada beberapa guru mursyid yang sudah meninggal, namun
tarekat tersebut masih eksist karena adanya peran dari wakil-wakil talqin
mursyid tersebut. Hal tersebut sudah lumrah dalam suatu tarekat, dan sudah
banyak yang terjadi dalam beberapa kasus di beberapa tarekat sejak lebih seribu
tahun yang lalu.
Seorang
wali mursyid yang sudah wafat dengan izin Allah S.W.T. tentu tetap dapat
membimbing murid-muridnya, dan murid-muridnya pun tidak perlu ragu dan wajib
untuk yakin. Wali Mursyid tetaplah hidup hanya berpindah saja dari jasadnya ke
sisi Allah SWT. Sebagai mana keterangan dari beberapa kitab berikut:
Keterangan
dari Kitab :
1.
Jaami’al al-Ushuul Fi
al-Auliyaa’ hal.7
Ketahuilah
bahwa setiap wali itu memiliki keistimewaan dan kemampuan berbuat sesuatu saat
masih hidup dan sesudah mati, misalnya kemampuan yang dimiliki oleh Syaikh
Muhammad Baha’uddin, guru thariqat Naqsyabandiyah dalam mengajarkan hakikat dan
larut dalam sifat2 Ketuhanan, juga kemampuan berbuat dan memberikan pertolongan
yang dimiliki oleh Syaikh Abdul Qodir ALJaelani qs. serta kemampuan
menyampaikan ilmu dan wirid yang dimiliki oleh Syaikh Abu AlHasan al-Syadzili…
Syaikh Ali al-Qurasyi mengatakan,”Saya melihat empat orang Sayikh beraktivitas
beraktivitas di dalam kubur mereka seperti aktivitas orang hidup yakni: Syaikh
Abdul Qodir ALJaelani qs., Syaikh Ma’ruf Al-Karqhi,Syaikh Aqil al-Munji dan
Syaikh Hayat bin Qais.
2. Tanwirul
Qulub, hal.520. : hazaa wafiimaa zakarnaahu dalalatun qowiyyatun ‘ala anna
lilauliyaa i tashorruffan ba’dal mauti.
(Keterangan
ini dan apa yang telah kami sebutkan adalah bukti yang kuat bahwa para wali itu
memiliki kemampuan beraktivitas -seiizin Alloh- setelah mati/wafat)
Demikianlah
seorang murid sufi semestinya tetap memegang adab. Tidak bertanya dan
mempersoalkan sesuatu yang bukan wilayahnya. Tugas seorang murid hanyalah
mengamalkan dengan sungguh-sungguh janji setianya dan amaliyah serta amanah
yang diberikan guru mursyid,
Sebab
tarekat mu’thabaroh itu adalah milik Alloh dan rasulullah s.a.w., ada rahasia
di balik rahasia yang tidak mudah dan sembarang orang untuk dianugrahi
mengetahuinya.
Diam itu
emas jika disertai selalu dengan dzikirullah…
wallohua’alam…
Disunting Oleh : Agus Badaruddin
Read more: http://www.dokumenpemudatqn.com
Read more: http://www.dokumenpemudatqn.com
0 komentar:
Posting Komentar